Harta Karun dari Laut Belitung di Museum Tanjungpandan
Tuesday, July 05, 2016
All the treasure in the world is worthless, unless you have someone to share it with
- Amarjeet Das
- Amarjeet Das
Setelah mengunjungi kampung halaman Andrea Hirata dan bertemu bu Muslimah di Gantong pada hari pertama, dilanjut dengan island hopping di hari kedua, di hari terakhir jalan-jalan di Belitung besama Bangka Tour ini kami akan diajak ke Museum Tanjungpandan dan Danau Kaolin. Agenda hari ini hanya sampai tengah hari. Setelah jam 12 siang, satu per satu dari kami akan meninggalkan Belitung.
Museum Tanjungpandan yang beralamat di Jalan Melati 41A itu lokasinya cukup dekat dengan Hotel Central City 2 tempat kami menginap. Sementara Danau Kaolin juga tidak terlalu jauh. Searah menuju bandara. Jadi pagi itu kami sekalian check out dari hotel.
Rabu, 3 Mei 2016. Pagi itu Museum Tanjungpandan terlihat sepi. Hanya rombongan kami yang menjadi tamu di museum yang menempati bangunan tua bekas kantor NV Billiton Maatschappij. Sebelumnya, bangunan ini juga pernah dijadikan tempat tinggal Kepala Penambangan Timah Belitung pada masa kolonial Belanda.
Bangunannya khas peninggalan Belanda
Awalnya museum ini bernama Museum Geologi dan didirikan oleh seorang ahli arkeologi berkebangsaan Austria bernama Rudi Osberger pada 2 Maret 1962. Seiring perkembangan zaman dan bertambahnya koleksi museum, akhirnya museum ini berganti nama menjadi Museum Tanjungpandan.
Di halaman museum, terdapat sebuah Prasasti Timah yang diapit dua buah mangkuk kapal keruk yang terbuat dari besi baja. Selain itu juga ada locomobil dan patung singa. Setelah sedikit mengabadikan apa yang ada di halaman, saya pun bergegas masuk ke dalam museum. Ternyata tidak semua teman rombongan saya berminat untuk masuk ke dalam museum. Ada yang sengaja menunggu di bus, ada juga yang hanya memilih melihat-lihat bagian luar museum.
Prasasti Timah dan mangkuk kapal keruk
Lala dan locomobil. Foto by mbak Dedew (www.dewirieka.com)
Lala dan patung singa. Foto by: mbak Dedew
Masuk ke dalam museum, kami langsung disambut oleh ikan arapaima dan buaya muara berukuran besar yang sudah diawetkan. Lala excited banget ngeliat dua hewan besar yang ada di balik aquarium itu. Konon katanya, kedua hewan ini banyak ditemukan di sungai-sungai yang terdapat di wilayah Belitung.
Ikan arapaima
Buaya muara
Lanjut masuk ke dalam, terdapat koleksi senjata peninggalan Jepang dan Belanda yang tersimpan rapi dalam lemari kaca. Senjata-senjata tersebut berupa samurai, pedang, dan senjata laras panjang peninggalan kolonial Belanda. Di ruang ini juga tersimpan koleksi senjata peninggalan kerajaan yang pernah ada di Belitung, seperti keris, tombak, dan golok.
Koleksi senjata
Sementara itu, di ruang yang lain, dapat dilihat aneka peralatan yang digunakan masyarakat Belitung tempo dulu seperti setrika, juga tempat sirih. Selain itu, ada juga perabotan rumah tangga lainnya seperti periuk tembaga, ceret, dan gantang.
Tungku dan kendi
Di ruangan lain museum terdapat koleksi keramik peninggalan dari Dinasti Tang yang ditemukan di laut Belitung. Tepatnya di daerah Batu Hitam atau disebut juga Tanjung Binga yang berhadapan langsung dengan Pulau Lengkuas. Jaraknya sekitar 25 km dari Tanjungpandan. Proses pengangkatan harta karun tersebut berlangsung pada bulan September sampai November 1998. Dan total ada sekitar 60.000 benda berupa keramik, logam, kaca, batu, kayu, tulang, dan sisa-sisa kapal yang terangkat dari dalam laut.
Cerita sejarah dikit ya. Sejak awal penanggalan Masehi, bahkan mungkin jauh sebelumnya, kekayaan alam Indonesia telah menarik perhatian bangsa-bangsa lain. Komoditi yang paling banyak digemari di bumi Nusantara ini tak lain dan tak bukan adalah rempah-rempah.
Para pedagang dari India, Tionghoa, Persia, Arab, dan Eropa datang dengan membawa produk dari negara masing-masing untuk ditukar dengan rempah-rempah. Saudagar Tionghoa datang dengan kapal-kapal naiaga yang penuh bermuatan keramik. Sedangkan para saudagar Arab dan Persia datang dengan kapal bermuatan barang-barang kaca Persia dan parfum.
Dalam pelayarannya di perairan Nusantara, tak jarang kapal-kapal mereka kandas karena menabrak karang atau gosong pantai, diterjang badai, maupun bertemu dengan armada musuh yang merupakan saingannya dalam berniaga. Dan sebagai kawasan perairan yang ramai, sudah tentu banyak kapal yang tenggelam bersama muatannya di perairan Indonesia. Perairan Selat Malaka, perairan Kepulauan Riau, Selat Karimata, Selat Gaspar, Laut Jawa, dan Selat Makassar merupakan perairan-perairan yang banyak terdapat kapal karam.
Hal ini tentu saja menarik perhatian para petualang pemburu harta karun. Menurut sudut pandang para pemburu, harta karun tersebut merupakan Benda Cagar Budaya. Dan karena tenggelamnya di wilayah peraian Republik Indonesia, maka Benda Cagar Budaya tersebut adalah milik Indonesia. Dan benda-benda itulah yang sekarang bisa kita nikmati di museum.
** semua informasi saya dapat dari poster-poster yang ada di Museum Tanjungpandan.
** semua informasi saya dapat dari poster-poster yang ada di Museum Tanjungpandan.
Koleksi keramik
Sisa-sisa bagian kapal
Koleksi keramik
Harta karun yang tersisa
Museum Tanjungpandan ini pernah menjadi lokasi syuting acara Mister(i) Tukul Jalan-Jalan di Trans 7 pada tanggal 10 Oktober 2015 yang lalu. Sebuah kertas yang menuliskan hal ini terdapat di salah satu ruang di tengah-tengah museum. Tulisan yang langsung membuat beberapa teman saya buru-buru keluar dari dalam museum.
lokasi syuting acara Mister(i) Tukul Jalan-Jalan
Saya masih meneruskan melihat-lihat isi museum. Di bagian belakang ada satu ruang yang menyimpan contoh batu-batuan dan biji logam, seperti batu kwarsa, granodiorit (batuan beku intrusif yang teksturnya mirip granit), asenopyrit, galenahematit, dan masih banyak lagi.
Contoh batuan dan biji logam
Di ruangan ini juga, kita bisa bisa melihat maket peleburan timah dari tambang-tambang yang banyak terdapat di Belitung. Maket-maket ini menjadi gambaran dan bukti bahwa dulu, penambangan timah pernah berjaya di pulau ini.
Maket peleburan timah
Bagian lain museum
Di belakang museum ternyata masih ada halaman yang luas banget. Ada tempat bermain anak-anak juga mini zoo. Saking asyiknya melihat-lihat isi museum, saya sampai gak nyadar kalau di dalam museum itu tinggal saya sendirian. Teman-teman saya yang lain sudah balik ke bus. Saya pun mengurungkan niat untuk mengintip binatang-bianatang apa saja yang ada di kebun binatang mini milik Museum Tanjungpandan ini. Semoga lain waktu saya bisa balik lagi untuk melihat-lihat lebih banyak benda-benda koleksi museum ini.
Bagian belakang museum
Halaman belakang museum
Museum Tanjungpandan ini buka setiap hari dari jam 08.00 WIB - 17.00 WIB. Harga tiket masuknya hanya Rp 2000/orang. Hari biasa maupun hari libur harga tiketnya tetap sama. Murah meriah ya...
Museum Tanjungpandan
Jl. Melati no. 41A, Tanjungpandan, Belitung.
26 komentar
Pernah nonton Natgeo yang menayangkan proses pengangkatan kapal yang karam di perairan Belitung milik saudagar Arab yang melakukan perjalanan pulang dari China. Hebatnya, kapal yang terbuat dari kayu tersebut tidak lapuk atau membusuk setelah ratusan tahun. Sampai dikaji darimana kayunya dan cara menyusun papan-papannya. Isi dalam kapal sungguh jangan ditanya lagi. Begitu banyak harta terpendam di sana. Dulu bahkan sempat ada websitenya anchestor apa gitu saking ini penemuan terbesar. Dan sepertinya memang tidak satu dua kapal tengelam di perairan Belitung ya.
ReplyDeleteIya teh.. jenis kayu dan cara membuat bisa mempengaruhi kualitas. Contohnya kayak kapal-kapal pinisi. Iya, bukan satu dua kapal yang karam, dan pastinya, yang karam itu juga bukan kapal-kapal kecil, jadi kebayang donk sebanyak apa harta karun di bawah sana.. :)
DeleteKaya di buku laskar pelangi ga ya cara pengangkatannya dengan menggunakan drum?
DeleteIya, aku baca2 juga banyak kapal karam di sekitar perairan Belitung. Dan pasti masih banyak yang belum ditemukan dan masih dicari oleh para pemburu harta karun.
ReplyDeleteIya mas... yang jelas biasanya di lokasi kapal karam itu spot buat mancing.. Banyak ikannya hehehe...
DeletePaling gimana gitu klu masuk museum :D. Pasti maunya buru2 keluar xixixi
ReplyDeleteHihihi... Suamiku juga suka males kalo diajak ke museum Von.. :D
DeleteKece museumnya. Di Batam belum ada sama sekali museum. Sayang banget
ReplyDeleteIya ya.. di Batam gak ada museum ya? Adanya cuma museum yang di Camp Vietnam itu...
DeleteBelitung! luar biasa!
ReplyDeletememang bener2 harus masuk list kunjungan. begitu banyak sisi yang memukau ya kak.. mulai dari alamnya yang luar biasa, sampai kepedulian pemdannya untuk menyelematkan "asal" negerinya :)
Bener banget Yud.. Belitung itu paket komplit wisatanya. Aku betah di sana, hehehehe...
DeleteMurah ya. Kalo harga tiket masuk gak mahal, tiap hari pengunjungnya rame dong, Mbak?
ReplyDeleteTapi nyatanya? Peminat museum gak sebanyak peminat wisata lainnya ya Ir..
DeleteLihat fotonya kayak lihat rumah jaman dulu ya
ReplyDeleteIya kak.. Rumah peninggalan Belanda
DeleteWow museumnya kece pake banget
ReplyDeleteKoleksinya unik
Iya mbak Arni.. Koleksinya cukup lengkap dan beragam..
DeleteKoleksinya masih tertata rapi. Cuma suka merinding kalo berkunjung ke tempat sejarah.
ReplyDeleteHihihi.. Rasanya kayak dilempar ke masa lalu gitu ya :D
DeleteAnak saya suka kalo ngeliatin ikan arapaima, diajak ke museum ini kayaknya dia bakal nyoba pegang2 ntar :D
ReplyDeleteIkannya di dalem akuarium mas.. Bisa sih megang, kacanya doank.. hehehe
Deleteantara lala dan meriam eh locomobil....dan lala cuma seukuran setengah ban meriamnya
ReplyDeleteIni Lala-nya yang kecil atau emang lcomobilnya yang gede ya? :D
DeleteAmazing amazing amazing... mbak, gimana ngebagi waktunya sih, bisa kerja di batam, nulis rajin, bisa travel pula... mantap...
ReplyDeleteGimana ya bagi waktunya? Hehehehe.. Kadang juga keteteran kok.. Tapi dinikmatin dan dijalanin aja siih... :)
DeleteKomplit banget reviewnya Mbak! Mantap! Ini yang sering kita lewatin di Indo ya, jalan-jalan ke museum #LagiNgaca
ReplyDelete