Jalan-Jalan Sampai Gempor, Makan-Makan Sampai Kenyang di Bandung
Sunday, August 25, 2019
Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi - Pidi Baiq
Pagi itu, sambil sarapan, kami saling berpamitan. Usai sudah liburan tipis-tipis menikmati Kota Bandung. Pagi itu, tidak semua teman sempat berpamitan. Karena beberapa sudah ada yang berangkat sejak subuh demi mengejar pesawat untuk kembali ke kota masing-masing. Jadwal pesawatnya sih kebanyakan ambil yang last flight, dan itu rata-rata berangkatnya sore. Tapi tetep aja pada berangkat subuh dari Bandung, biar gak ketinggalan pesawat. Seandainya mereka sudah tau tentang https://www.traveloka.com/airport-transfer/big-bird, gak perlu lagi ngerasa deg-degan takut kena macet di jalan, dan ketinggalan pesawat.
Liburan dua hari di Kota Bandung emang rasanya kurang banget. Masih banyak tempat-tempat menarik yang belum kami singgahi, masih banyak kuliner-kuliner enak yang belum sempat kami cicipi. Yang kayak gini ini yang bikin kami makin susah moveon. Tiap hari di grup whatsapp ada aja yang membuka luka lama memori, dengan mengirim foto-foto liburan kami disertai kalimat provokatif, "balik lagi yuk!" atau "liburannya kurang lama niih.."
Makan Malam di Warung Nasi Ibu Imas
Hari pertama di Bandung, kami menginap di RetroPoint BnB. Sebuah penginapan murah tapi gak murahan yang lokasinya tak jauh dari Stasiun Bandung. Malamnya, atas rekomendasi dari mbak Katerina, kami meluncur ke Warung Nasi Ibu Imas untuk makan malam. Warung khas Sunda ini punya dua jenis sambal andalan, yaitu sambal dadak dan karedok leunca. Dimana-mana yang namanya sambal pasti pedas ya. Mulai dari yang pedasnya cuma sekadar lewat di mulut sampe yang pedasnya nonjok tanpa ampun. Dan dua jenis sambal di Warung Nasi Ibu Imas ini masuk kategori sambal yang pedasnya nonjok tapi bikin nagih.
Karedok leunca & sambal dadak
Dari sekian banyak pilihan lauk di sana, saya memilih bakwan jagung dan sate ampela. Dan gak ketinggalan duet sambal andalan Ibu Imas. Bai, jejaka asal Meulaboh yang jadi teman seperjalanan kami gak berenti mengomel selama makan dan akhirnya menyerah tanpa sanggup menghabiskan makanannya karena kepedesan.
Bakwan jagung dan sate ampela
Piring tetangga tampak lebih hijau
Kalau sudah makan, lupa yang lain...
Ngopi Cantik di Sejiwa Coffee
Malam masih panjang. Rasanya sayang kalau harus buru-buru balik ke penginapan. Berkat kompor dari Afit, sebagian dari kami pun meluncur ke Sejiwa Coffee. Suasana cafe yang bagian depannya full kaca itu cukup ramai. Kami menuju salah satu sudut di lantai 1, tak jauh dari Coffee Lab, tempat aneka kopi pesanan pengunjung diracik.
Es kopi susu Sejiwa
Malam itu, hampir semua personil kompakan memesan es kopi susu. Sepertinya semua sependapat, pedasnya tonjokan sambal Ibu Imas paling tepat bila dilawan dengan minuman dingin. Dan malam itu pun kami hanyut dalam obrolan random khas obrolan kedai kopi. Dari yang ngebahas topik A tiba-tiba lompat bahas topik H, trus lompat lagi ke topik R, trus ke Z dan balik lagi ke topik F. Gitu terus sampai akhirnya kami mulai menyerah dan memutuskan untuk pulang ke penginapan.
Sepanjang Jalan Asia Afrika
Hari kedua, setelah check-out dari RetroPoint BnB, niatnya sih cuma jalan-jalan menikmati Kota Bandung sambil menunggu waktu check-in di Savoy Homann Hotel. Dan kami beneran jalan-jalan alias jalan kaki menyusuri ruas Jalan Asia Afrika, yang dipenuhi bangunan-bangunan klasik peninggalan jaman Belanda. Demi melihat bangunan-bangunan tua yang eye catching di sepanjang jalan begitu, jiwa milenial kami pun terusik. Pokoknya pantang bergeser sebelum dapet poto keceh buat diposting di instagram.
Berhubung kami ber-13, bayangin aja berapa waktu yang kami habiskan di satu spot lokasi. Jadi yang lama itu bukan jalannya, tapi berenti buat poto-potonya itu yang ngabisin waktu. Tapi karena emang gak ada yang buru-buru, dan semua emang menikmati suasana, jadi ya gak ada yang protes. Temen-temen seperjalanan yang kayak gini ini yang nyenengin. Namanya juga #UnstoppableBLUS.
Sarapan di Warung Kopi Purnama
Kali ini giliran Deddy Huang yang merekomendasikan Warung Kopi Purnama sebagai tempat sarapan buat kami. Tempat makan yang beralamat di Jalan Alkateri nomor 22 ini ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Warung Kopi Purnama didirikan pada tahun 1930 dengan nama Tjhiang Shong Shi, yang artinya Silakan Mencicipi.
Pada tahun 1960 diganti menjadi Warung Kopi Purnama, seiring kebijakan pemerintah untuk menggunakan nama Indonesia. Pendiri Warung Kopi Purnama bernama Jong A Tong yang berasal dari kota Medan, merantau ke kota Bandung pada awal Abad-20. Saat ini Warung Kopi Purnama dikelola oleh Generasi ke-4.
Menu andalan di sini adalah kopi dan roti selai srikaya. Katanya, bubur ayam di sini juga recommended. Tapi pagi itu saya memesan roti telur dan es jeruk nipis. Gak pesen kopi, karena emang lagi pengen yang seger-seger, selain itu paginya juga saya udah ngopi di RetroPoint BnB.
Roti telur
Museum Konferensi Asia Afrika
Setelah sarapan, kami menyempatkan singgah di Alun-Alun Kota Bandung. Dari situ lanjut ke Museum Konferensi Asia Afrika. Akhirnya kesampaian juga saya melongok isi dari museum ini. Di museum ini, para pengunjung hanya boleh mengambil foto, dan tidak diperkenankan untuk mengambil video. Penggemar sejarah pasti betah menikmati foto-foto bersejarah yang terpampang di dinding museum yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto pada tanggal 24 April 1980 sebagai puncak acara Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika ini.
Diorama Presiden Sukarno berpidato di hadapan peserta KAA
Foto-foto bersejarah
Bukan diorama, apalagi benda bersejarah yang dipamerkan
Museum ini dilengkapi dengan perpustakaan dengan koleksi buku-buku sejarah, politik, sosial, dan budaya negara-negara Asia Afrika, dokumen-dokumen mengenai Konferensi Asia Afrika, KTT Asia Afrika 2005, serta majalah, surat kabar dan Braille Corner untuk disabilitas. Tersedia juga fasilitas komputer dengan koneksi internet dan WiFi serta ruang audiovisual yang menayangkan film-film dokumenter mengenai kondisi dunia hingga tahun 1950-an, KAA, konferensi-konferensi pendahulu, konferensi lanjutannya dan KTT Asia Afrika tahun 2005. Selain itu secara berkala ditayangkan juga film tematik mengenai kehidupan sosial budaya bangsa-bangsa Asia Afrika. Setelah puas berkeliling museum, kami pun melanjutkan perjalanan.
Delegasi KAA 2019 dari Sabang sampai Merauke
Sepanjang Jalan Braga
Masih dengan berjalan kaki, kami menikmati setiap sudut Kota Bandung. Biar lebih berasa di Bandung, setelah menyusuri ruas Jalan Asia Afrika, kami lanjut menyusuri ruas Jalan Braga. Salah satu jalan yang famous banget di Bandung. Di sepanjang Jalan Braga ini, bertebaran toko-toko dan kedai kopi yang tampilannya vintage banget. Dan ujung-ujungnya pasti sudah bisa ditebak, kami lebih banyak berenti buat poto-poto daripada jalannya, hehehe..
Jalan Braga siang itu.. panas cuy!
Ada satu kedai kopi yang menarik perhatian saya, Afit, dan mas Eko. Gedogan Coffee namanya. Tertulis di sana Specialty Turkish Coffee. Sekilas kedai kopi ini sama saja dengan kedai-kedai kopi lainnya. Yang membuat kami tertarik adalah hamparan pasir panas yang digunakan untuk merebus kopinya. Tapi siang itu rasa penasarannya kami simpan dulu karena kami masih ingin berjalan-jalan. Saya, Afit dan mas Eko pun sepakat untuk kembali lagi nanti malam.
Kopinya direbus di atas hamparan pasir panas
Toko Roti dan Kue Abadi Bagelen yang Legendaris
Kami terus berjalan sampai ke Jalan Purnawarman. Tujuan kami adalah sebuah toko kue yang legendaris di Bandung. Namanya Toko Roti dan Kue Abadi Bagelen. Toko roti yang semula berasal dari Garut kemudian pindah ke Bandung ini merupakan salah satu toko roti dan kue tertua di Kota Bandung. Roti yang pertama mereka jual adalah Warmbollen Vanilla. Dan sampai sekarang, warmbollen ini tetap menjadi best seller di sini. Favorit saya selain warmbollennya adalah speculaasnya. Cookies dengan rasa kayu manis ini cocok banget buat teman ngopi sore-sore.
Sepertinya mereka bingung mau beli yang mana? Semua kelihatan enaaak...
Berbelanja di Toko Roti dan Kue Abadi Bagelen ini cukup menyenangkan. Selain karena pilihan roti dan kuenya yang menggugah selera, tampilan toko roti ini juga cukup manis dan terkesan hangat. Saya membayangkan di toko ini ada meja dan kursi yang disediakan untuk para pengunjung yang ingin menikmati langsung roti dan kue-kue sambil ngopi atau ngeteh. Hmmm pasti lebih asyik.
Duuh yang pada ngeborong...
Dari Toko Roti dan Kue Abadi Bagelen kami kembali ke Savoy Homann Hotel untuk check-in. Kali ini kami memilih transportasi online. Padahal saya masih pengen jalan kaki, tapi karena gak ada yang mau nemenin ya udah, saya ikutan nebeng naik mobil, hehehe. Lumayan juga, sejak pagi sudah berjalan kaki sejauh kurang lebih 6 kilometer.
Makan Sore di Fat Oppa
Daripada bengong gak jelas di kamar hotel, mending jalan-jalan menikmati suasana sore Kota Bandung. Lebih enak kalo sambil makan. Yaelaaah, makan mulu! Padahal baruuu aja makan siang dengan menu Rijsttafel ala Keluarga Homann di Savoy Homann Hotel. Tapi kok ya tetep gak nolak kalo ada yang ngajakin makan, hehehe...
Ada yang ngusulin kami cobain makanan Korea di Bandung. Katanya sih, enak dan harganya murah meriah. Waah, denger dua keyword enak dan murah ini kok kayaknya menarique banget ya? Jadilah sore itu kami pun meluncurrr ke Jalan Karapitan No 82, menuju ke sebuah tempat makan yang menyajikan hidangan Korean BBQ and Dessert, namanya Fat Oppa.
Yang awalnya pada ngaku kenyang, tapi ternyata kalap juga ngeliat aneka menu menggoda di Fat Oppa. Cukup banyak juga yang kami pesan, mulai dari BBQ Platter, Wagyu, Soo Samgyeop, Dak Bulgogi, Budae Jigae, Japchae, Oden kuah, Fried oden, Cheese Rabokki, Cheese Buldak dan entah apa lagi saya gak hapal semua nama-namanya. Yang saya tau cuma rasanya enak!
Fat Oppa ini tempatnya asyik juga. Tempat duduknya bisa pilih mau duduk pake kursi atau lesehan. Kami sih milih duduk yang lesehan. Biar lebih nyantai. Acara makan sambil BBQ-an pun jadi lebih nikmat. Oiya, makanan di Fat Oppa ini halal. Jadi gak usah khawatir yaa..
Menghabiskan Malam di Gedogan Coffee
Demi menuntaskan rasa penasaran pada kopi yang direbus menggunakan pasir panas, saya, Afit, dan mas Eko pun bersiap melipir lagi menyusuri Jalan Braga. Meskipun saat itu kami baru saja selesai dinner di Savoy Homann Hotel, tapi selalu ada tempat untuk secangkir kopi. Dan ternyata temen-temen lain juga pada mau ikutan. Jadi deh kami jalan kaki rame-rame menikmati malam Minggu yang macet di Kota Bandung.
Suasana Gedogan Coffee malam itu cukup ramai. Hampir semua kursi terisi oleh pengunjung yang tak hanya asyik menikmati kopi, tapi juga riuh bermain aneka permainan board atau kartu yang memang disediakan.
Saya memesan kopi robusta dengan metode brewing V60. Jadi, meskipun café ini mengusung tagline Specialty Turkish Coffee, tapi kopi-kopi yang disajikan di sini tetaplah kopi-kopi Indonesia. Ini menarik. Jadi, kopi-kopi Indonesia disajikan dengan metode brewing ala Turki, yaitu direbus menggunakan pasir panas. Hasilnya? Sebuah kolaborasi yang unik dan menarik. Penasaran? Dateng langsung aja ke Gedogan Coffee di Bandung.
Saya duduk semeja dengan mas Eko dan Tyar. Kami asyik dengan pikiran dan lamunan masing-masing. Sementara di meja sebelah, rombongan teman-teman kami asyik dan ribut bermain kartu UNO. Di meja lain lagi, Deddy dan seorang temannya sedang asyik membicarakan hal penting.
Saya duduk semeja dengan mas Eko dan Tyar. Kami asyik dengan pikiran dan lamunan masing-masing. Sementara di meja sebelah, rombongan teman-teman kami asyik dan ribut bermain kartu UNO. Di meja lain lagi, Deddy dan seorang temannya sedang asyik membicarakan hal penting.
Yang sibuk selfie main kartu UNO
Di Gedogan Coffee, kami asyik menikmati malam Minggu dengan cara kami masing-masing. Karena sejatinya, meskipun bersama, setiap orang pasti ingin menikmati malam dengan caranya sendiri. Untungnya Gedogan Coffee paham betul akan hal ini.
Saya sih cukup dengan ini saja
Kami masih asyik dengan kesibukan masing-masing di Gedogan Coffee hingga waktu hampir menunjukkan pukul 12 malam. Dan sebelum semua yang ada di ruangan itu berubah jadi kodok, kami pun memutuskan untuk kembali ke hotel.
Semangkok Sekoteng After Midnight
Seolah masih belum puas, beberapa orang teman ternyata masih melanjutkan jalan-jalan ke sekitar alun-alun sambil mengetes fitur kamera henpon masing-masing. Sudah lewat tengah malam ketika di grup whatsapp mereka memposting sedang jajan di samping hotel. Saya yang belum mengantuk pun akhirnya tergoda.
Saya membangunkan Vina yang jadi roommate saya malam itu, dan mengajaknya turun cari makanan. Pengennya sih cari makan yang ringan-ringan aja. Tapi rata-rata yang dijual nasi goreng, penyetan, roti bakar, bubur ayam ama tahu gejrot. Akhirnya saya cuma jajan sekoteng. Lumayan, buat anget-angetan. Abis semangkok sekoteng, kami pun balik lagi ke kamar.
Sekoteng after midnight
Pffiuuh! Trip kali ini bener-bener padat. Padat ama acara makan-makan, hahaha.. Tapi seru sih bisa jalan ramean ama temen-temen BLUS kayak gini. Dua hari dua malam full kami menghabiskan waktu bersama-sama (5 hari 4 malam kalo ditotal sejak kami di Jakarta dalam rangka menghadiri acara ASUS ROG Be Unstoppable), bikin kami jadi akrab satu sama lain. Hasilnya, jadi pada nagih buat jalan bareng-bareng kayak gini lagi sehabis event ASUS. Next, kemana lagi kita gengs?
6 komentar
Kalau ke Bandung saya pengen jajan seblak, cireng, cimol, cilok kuah, yang mana semua jajanan tersebut laris di tempat saya dan merupakan kuliner kreatif khas Bandung hehehe
ReplyDeleteIya mas.. Aku juga suka banget ama jajanan kreatif khas Bandung itu.. Enak!
DeleteIya, jalan santai gini ini yang aku suka.
ReplyDeleteJalan kaki berkilo-kilometer gak terasa,
karena bahagia bisa bersama sambil bercanda sepuasnya.
Besokan paginya baru berasa,
Betis kenceng sampe ke paha :P
Hahaha.. Yuk! Next kemana lagi kita bang? 😁😁
DeleteAkhirnya bisa sedikit mencuri pengalaman sebagai travellers Blogger.. jalan, jajan, makan.. nikmat tanpa dusta nan HQQ..
ReplyDeleteNext ikutan lagi ya mas.. Kita cari tempat ngopi-ngopi lagi 😄😄
Delete