Mengenal Sejarah Palembang Lewat Museum Balaputra Dewa
Saturday, January 14, 2023Waktu berkunjung ke Palembang, Yayan (omnduut.com) ngajak aku ke museum Balaputra Dewa. Katanya, dia selalu bangga mengajak teman ke museum ini. Terutama ke bagian dalam Rumah Limasnya. Ternyata, banyak yang nggak tau kalo di belakang museum ini ada Rumah Limas yang pernah nampang di lembaran uang Rp 10.000. Seneng banget sih, bisa keliling museum ini sama salah seorang travel blogger Palembang. Makasih ya, Yan..
Sumatera Selatan memiliki sejarah panjang. Provinsi yang sejak berabad lampau dikenal dengan nama Bumi Sriwijaya ini merupakan lokasi berdirinya kerajaan maritim termasyhur di nusantara bernama Kerajaan Sriwijaya. Memasuki abad ke-15, berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa hingga kedatangan kolonialisme Belanda ke bumi Sriwijaya. Jauh sebelum itu, menurut Van der Hoop, peneliti asal Belanda, Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah di nusantara yang banyak ditemukan pemukiman dari zaman megalitikum.
Sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah panjang, Sumatera Selatan tentu memiliki berbagai benda peninggalan bersejarah. Untuk menjaga dan melestarikannya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan kemudian membangun Museum Balaputra Dewa di Jalan Srijaya I No 28, Palembang. Museum yang memiliki luas lahan sekitar 23.565 m2 ini menyimpan 10 jenis koleksi, dengan jumlah koleksi mencapai 3.882 item.
Museum Balaputra Dewa atau Museum Negeri Provinsi Sumatra Selatan yang sekaligus menjadi kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Provinsi ini merupakan museum yang pertama kali diresmikan pada tanggal 5 November 1984 dan mengambil nama Balaputra Dewa yang merupakan nama seorang raja yang membawa kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya.
Sebuah bangunan besar yang disangga empat pilar berukir menjulang tinggi menyambut kami. Setelah membayar tiket sebesar Rp2.000 per orang, kami pun masuk ke museum.
Luas. Itulah kesan pertama yang saya saat memasuki museum ini. Koleksinya terbilang lengkap mulai dari benda-benda asli, replika, lukisan, hingga foto-foto bersejarah. Pembagian beberapa ruangan pameran pun terlihat sistematis dan rapi, sehingga pengunjung bisa lebih mudah menikmati koleksi-koleksi yang ada.
Menikmati Koleksi-Koleksi Museum
Ada 10 klasifikasi jenis koleksi yang tersimpan di museum ini. Yakni Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologika, Historika, Nuismatika, Filologika, Keramologika, Seni Rupa dan Teknologi Modern.
Museum Balaputra Dewa ini memiliki koleksi unggulan antara lain Koleksi Batu Gajah, Emas Swarna Patra, Archa Budhha Perunggu dan Songket Pinggir Pangkeng. Bisa jadi, dikarenakan keberadaan koleksi inilah sehingga pada saat Ratu Beatrix dan suaminya Pangeran Claus berkunjung ke Indonesia (Palembang termasuk yang didatangi) pada tanggal 29 Agustus 1995, mereka menyempatkan untuk mendatangi museum ini.
Sebagaimana pembagian klasifikasi koleksi, museum ini juga memiliki beberapa bagian. Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, gedung itu dibagi menjadi Gedung Pameran Tetap, Gedung pameran Temporer, Taman Megalith, Bangsal Arca dan Rumah Limas.
Secara umum, Museum Balaputera Dewa menyimpan berbagai koleksi dari zaman pra-sejarah, zaman Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, hingga ke zaman kolonialisme Belanda. Berbagai koleksi tersebut dipamerkan di dalam tiga ruang pamer utama. Sebelum memasuki tiga ruang pamer utama, pengunjung akan menyaksikan berbagai koleksi arca di selasar museum. Berbagai replika arca tersebut berasal dari zaman megalith di Sumatera Selatan.
Kebudayaan Megalith atau kebudayaan batu besar di Sumatera Selatan berada di wilayah dataran tinggi Pagaralam. Posisinya berada dalam rangkaian Pegunungan Bukit Barisan di sisi sebelah barat Sumatera Selatan. Di wilayah ini ditemukan 22 lokasi pemukiman budaya megalith. Dari pemukiman tersebut ditemukan benda-benda pra-sejarah berupa arca yang kemudian menjadi koleksi Museum Balaputera Dewa. Berbagai arca yang saat ini menjadi koleksi museum antara lain arca megalith ibu menggendong anak, arca orang menunggang kerbau, hingga arca manusia dililit ular.
Di Museum Balaputra Dewa ini ada sebuah ruang bernama "Malaka Historical Gallery". Apa yang ada di dalam ruangan ini memperjelas bahwa antara Palembang dan Malaka memiliki sebuah hubungan erat.
Adalah Parameswara, seorang anak raja dari Palembang yang ketika tanah jajahan jatuh ke Majapahit dan terlibat peperangan pada akhir abad ke-14, beliau pergi dan mencari perlindungan ke Siam (Thailand) hingga pada akhirnya Parameswara membuka sebuah wilayah yang kini kita kenal dengan Malaka. Sejarah Melayu menyatakan bahwa Parameswara memeluk Islam melalui seorang ulama dari Jeddah pada tahun 1414 dan sejak itulah namanya berganti menjadi Iskandar Syah.
Rumah Limas dan Uang Rp 10.000
Menariknya, di bagian belakang museum ini, berdiri megah sebuah Rumah Limas yang bentuknya bisa dideskripsikan di lembaran uang Rp10.000. Beruntung, siang itu kami bisa sekalian mengintip bagian dalam dari rumah adat Palembang ini.
Rumah Limas yang berdiri kokoh di halaman belakang museum Balaputra Dewa ini dibangun pada tahun 1830 dan pada awalnya merupakan milik Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Habsyi. Setelah beberapa kali ganti kepemilikan, pada tahun 1930 rumah ini dibeli oleh Gemeentebestuur Van Palembang dan diletakkan di Jalan Rumah Bari Palembang. Pada tahun 1985, rumah ini dibongkar-pasang dan diletakkan di bagian belakang museum hingga sekarang.
Masuk ke dalam rumah Limas ini, seolah-olah kita diajak untuk menapaki kehidupan masyarakat Palembang di zaman lampau melalui mesin waktu. Senengnya lagi, semua koleksi yang ada di museum ini masih terawat dengan baik. Hanya di rumah belakang aja yang nampak sedikit berdebu, namun masih cukup nyaman untuk dijelajahi.
Di bagian tengah, terdapat contoh pelaminan adat lengkap dengan timbangan cinta. Timbangan ini digunakan dalam adat pernikahan Palembang. Pada satu sisi timbangan, terletak sebuah Al-Quran, dan sewaktu acara pernikahan, mempelai pria meletakkan tangannya pada sisi lain timbangan yang kosong. Mempelai pria harus menekan tangannya hingga posisi timbangan sejajar sambil bersumpah setia pada mempelai wanita.
Timbangan cinta
Oh ya, museum ini buka pada hari Selasa - Jumat (08:30 - 15:30) dan Sabtu - Minggu (08:30 - 14:00). Kalau kamu mau ke museum ini, jangan lupa siapkan uang kertas Rp10.000 ya, biar bisa dipakai foto bareng sama Rumah Limas.
0 komentar