Jogja itu tempat bertemunya rindu dan kenangan. Jadi siapa pun yang pernah berkunjung ke Jogja, pasti bakal rindu untuk kembali. Entah rindu ama suasananya, rindu ama kulinernya, rindu ama orang-orangnya, atau rindu ama kenangan manis tentang mantan yang pernah tercipta di sini. Bener gak? Kalau saya sih, iya! Makanya saya gak pernah bosan untuk selalu kembali ke Jogja.
"Jangan lupa kripik sanjai yaa.."
Rata-rata begitu komen teman-teman dan sodara begitu tau kami sekeluarga mau pergi ke Padang. Siapa sih yang gak kenal kripik singkong berbalur bumbu balado yang endang gulindang itu? Kripik sanjai emang identik banget ama Ranah Minang. Tapi apa emang cuman itu oleh-oleh khas dari Padang?
Setelah sorenya
'bertemu' dengan si Malin Kundang di Pantai Air Manis, malamnya kami diantar ke
Jembatan Siti Nurbaya oleh bapak-bapak tukang ojek yang sorenya mengantar kami
ke Pantai Air Manis.
Siapa yang tak kenal Malin Kundang? Si anak durhaka yang dikutuk oleh sang ibu menjadi batu ini merupakan salah satu legenda paling populer di Sumatra Barat. Kisah tentang Malin Kundang ini sudah saya dengar sejak saya masih duduk di bangku SD. Dongeng yang sering dipakai oleh orang-orang tua dulu untuk menakut-nakuti anak-anaknya
Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk Nafas zaman yang busuk
Dengan pusi aku berdoa Perkenankanlah kiranya
(Taufiq Ismail - 1965)
Hari terakhir di Padang Panjang. Masih ada waktu 5 jam sebelum kami berangkat ke Padang. Etin menyarankan kami untuk ke Danau Singkarak. Apalagi menurutnya, jalan menuju Danau Singkarak cukup mudah. Tanpa perlu banyak pertimbangan, kami pun langsung setuju. Nanggung, udah deket gak ditengokin sekalian, hehehe....
Monuments are the grappling-irons that bind one generation to another - Joseph Joubert
Tak lengkap rasanya berkunjung ke suatu daerah tanpa menyempatkan diri singgah di bangunan yang menjadi landmarknya. Mencoba mengenal lebih dekat, mencari tau kenapa sampai bangunan itu bisa dinobatkan sebagai landmark daerah tersebut? Pastinya akan banyak cerita menarik yang menjadi latar belakang kisahnya.
You're only here for a short visit.
Don't hurry, don't worry. And be sure to smell the flowers along the way - Walter Hagen
"Dari sana nampak jelas Ngarai Sianok, nanti sekalian kita foto-foto di Lobang Jepang," lanjut bang Mus lagi.
Gak pake mikir, kami semua langsung aja setuju dengan ajakan bang Mus.
Great Wall ala Koto Gadang atau yang biasa disebut Janjang 1000 oleh penduduk setempat ini merupakan salah satu destinasi yang paling ingin saya kunjungi di Sumatra Barat. Waktu awal-awal diresmikan dulu, saya pernah melihat tempat ini diliput oleh salah satu televisi swasta, keliatan keren banget dengan view Ngarai Sianok yang mempesona. Saya jadi makin mupeng ingin melihat langsung Great Wall ala Koto Gadang ini.
Saya berdiri terpaku. Keindahan alam yang berpadu dengan kemegahan budaya Minangkabau terhampar di hadapan saya. Sungguh. Ini merupakan perpaduan yang sangat indah. Sebuah rumah gadang berdiri dengan kokoh. Di depannya terdapat empat buah rangkiang atau lumbung yang ukurannya tentu saja lebih kecil dari si rumah gadang. Semua terlihat asri, karena selain tempat ini berada di kaki Gunung Marapi, di halaman rumah gadang pun terdapat taman yang tertata rapi. Semua terasa menyejukkan mata. Saya benar-benar merasa sedang berada di sebuah perkampungan Minangkabau.
Jarak dari Padang ke Padang Panjang sekitar 72 km melewati jalan yang berkelok-kelok. Kalau tak terbiasa, mungkin akan merasa sport jantung berkali-kali. Andai perjalanan dilakukan pada pagi atau siang hari, pasti pemandangan sekitar akan tampak memukau. Sayang saya melewati jalan itu ketika hari sudah gelap. Ketika melewati Air Terjun Lembah Anai yang berada di tepi jalan pun saya sudah tidak bisa melihat ke-elokannya, kecuali suara deru air yang seolah ditumpahkan begitu saja dari atas bukit sana. Suaranya terdengar dekat sekali.