Education
Matahari muncul dari balik bukit. Perlahan menyingkap kabut yang melingkupi bebukitan. Saya berjalan menikmati suasana pantai yang masih sunyi. Membiarkan kaki-kaki saya terbenam dalam butiran-butiran pasirnya yang seperti merica. Butiran pasir serupa merica ini merupakan keunikan yang menjadi salah satu daya tarik pantai ini.
Malam sudah semakin larut. Tapi saya belum juga merasa ngantuk. Kopi yang baru beberapa menit lalu saya seduh sudah kehilangan panasnya. Rupanya pendingin ruang di kamar D’Grande Hotel ini menunaikan tugasnya dengan baik. Iseng saya membuka-buka folder di laptop yang berisi foto-foto traveling. Pastinya sih foto-foto traveling saya ya, bukan foto-foto travelingnya Nadine Chandrawinata.. #apasih.. #abaikan
Baru saja melangkah masuk ke d'Oria Boutique Resort, kami sudah disambut segelas orange juice dan handuk dingin untuk membasuh muka. Sungguh ini merupakan sambutan yang menyenangkan bagi kami yang baru saja menempuh hampir 3 jam perjalanan dari Sembalun. Muka yang rasanya kucel jadi fresh lagi begitu dibasuh handuk dingin.
Food is a central activity of mankind and one of the single most significant trademarks of a culture - Mark Kurlansky
Waktu dikasih tau kalau sepulang dari Pergasingan kami akan makan siang di rumah salah satu warga Desa Sembalun, saya langsung girang bukan main. Bagi saya, bisa mencicipi kuliner khas suatu daerah di rumah penduduk lokal itu merupakan sebuah kemewahan tersendiri. Kemewahan yang bisa menjadi penyempurna cerita perjalanan saya pastinya.
Rasanya mata ini baruuu saja terpejam, ketika mbak Indri membangunkan saya. Mengingatkan bahwa subuh ini kami akan trekking ke Bukit Pergasingan. Jam di HP saya menunjukkan angka 3.45 WITA, dan itu artinya masih pukul 2.45 WIB. Biasanya jam segini, saya masih bermain-main di alam mimpi. Tapi hari ini? Dengan mata yang masih terasa berat, saya pun mengakhiri mimpi. Bergegas cuci muka, gosok gigi, dan ganti baju. Gak pake mandi? Enggak! Dingin euy...
Perjalanan adalah salah satu cara yang bisa membuat kita mengerti tentang arti rumah yang sesungguhnya. Karena bagi setiap pejalan, rumah bisa berada di mana pun. Kalo pinjam istilahnya Firehouse, Home is where the heart is, berarti hati saya udah tertinggal di banyak tempat ya. #makanyajangansukamainhati hahaha...
#TWGathering2015
Mencicipi Kuliner Rumahan Khas Sasak di Warung Kelor - Pancor
Wednesday, November 18, 2015
Kuliner Lombok merupakan satu paket tak terpisahkan dari pesona Lombok yang bikin saya gagal move on. Ayam taliwang, plecing kangkung, beberuk terong, dan nasi puyung-nya masih terus aja menari-nari di benak saya. Saya belum menemukan kuliner Lombok yang cita rasanya gak pas di lidah saya. Walau emang sih, selama ini saya agak gagal kalau disuruh menilai makanan. Karena bagi saya, rasa makanan itu cuma ada dua, enak dan enak banget! Tapi beneran deh, bukan lebay kalo saya bilang kuliner Lombok itu enak-enak semua. Ya, setidaknya dari apa yang pernah saya cicipi selama ini...
Life is a journey, with problems to solve, lessons to learn,
but most of all, experiences to enjoy - anonymous
Ini kali ketiga saya menjejakkan kaki di pulau yang berjuluk Pulau Seribu Masjid ini. Dan rasanya, saya masih tak bosan-bosannya untuk berada di sini, menikmati setiap pesona yang ditawarkan pulau cantik ini. Apalagi kunjungan saya kali ini terasa istimewa, karena merupakan hadiah dari sebuah lomba yang diselenggarakan oleh Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB. Event yang digelar BPPD NTB ini bertajuk Travel Writers Gathering, yang merupakan salah satu cara untuk mempromosikan pariwisata yang ada di Lombok dan Sumbawa. Selain menggelar lomba blog dan lomba foto, pihak BPPD NTB juga mengundang para travel blogger dan travel writer yang lolos seleksi untuk ikut tour bersama para pemenang lomba. Bedanya, kalo para pemenang lomba blog dan foto berhak atas hadiah jalan-jalan di Lombok selama 3 hari 2 malam, para travel blogger dan travel writer yang lolos seleksi berhak atas trip selama 5 hari 4 malam di Lombok dan Sumbawa.
Blog Contest
Dusun Sade Bukan Hanya Cerita Tentang Kawin Culik dan Tenun Cantik
Sunday, September 13, 2015
is like a tree without roots - Marcus Garvey
Keindahan dan pesona Lombok tak perlu diragukan lagi. Bentang alamnya begitu memukau, indah. Kulinernya tak hanya membekas di lidah, tapi juga di hati. Dan mengunjungi Lombok, rasanya tak lengkap kalau tidak mampir di Dusun Sade, dusun tradisional Suku Sasak yang berada di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Sebuah dusun yang masih mempertahankan adat-istiadat, tradisi, budaya, serta kearifan lokalnya.
Ngomongin pariwisata Lombok, seolah tak ada habisnya. Pulau kecil ini memang penuh pesona. Mulai dari bentangan alamnya, kulinernya, budayanya, kearifan lokalnya, hingga keramahtamahan penduduknya, membuat siapa pun yang pernah berkunjung ke sana, selalu merindu untuk kembali. Demikian juga dengan saya. Dua kali mengunjunginya, rasanya masih selalu saja kurang. Dan menuliskannya dalam catatan seperti ini, merupakan salah satu cara saya untuk 'mengunjunginya' kembali.
Satu lagi yang bikin saya terpesona di Dusun Sade selain cerita tentang kawin culik dan kotoran kerbau, yaitu kain-kain tenun cantik yang berwarna-warni. Di Dusun Sade kami juga diajak melihat langsung proses pembuatan kain tenun khas Lombok. Di sini, aktifitas menenun kain yang dilakukan oleh para wanita suku Sasak menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan. Sambil memperhatikan betapa terampilnya para wanita ini memainkan jemarinya menenun helaian benang, mata kita juga akan dimanja oleh jejeran kain-kain yang sudah jadi. Cantik.
Ngomongin pesona Lombok memang gak akan pernah ada habisnya. Mulai dari pantai-pantainya yang cantik mempesona, Gunung Rinjani-nya yang merupakan gunung tertinggi ke-3 di Indonesia (3726 mdpl), budaya dan kearifan lokalnya yang masih terjaga hingga kini, sajian kulinernya yang sedap menggoda lidah, hingga keramahan penduduknya.
Sebagai pejalan, seharusnya kalimat: "Jangan tinggalkan apa pun kecuali jejak kaki, jangan bunuh apa pun kecuali waktu, dan jangan ambil apa pun kecuali foto" bukanlah sekadar sebagai semboyan saja. Tapi harus benar-benar telah tertanam kuat di benak dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Jadilah pejalan yang bisa bertanggung jawab. Setuju kan?