Saya berdiri terpaku. Keindahan alam yang berpadu dengan kemegahan budaya Minangkabau terhampar di hadapan saya. Sungguh. Ini merupakan perpaduan yang sangat indah. Sebuah rumah gadang berdiri dengan kokoh. Di depannya terdapat empat buah rangkiang atau lumbung yang ukurannya tentu saja lebih kecil dari si rumah gadang. Semua terlihat asri, karena selain tempat ini berada di kaki Gunung Marapi, di halaman rumah gadang pun terdapat taman yang tertata rapi. Semua terasa menyejukkan mata. Saya benar-benar merasa sedang berada di sebuah perkampungan Minangkabau.
Jarak dari Padang ke Padang Panjang sekitar 72 km melewati jalan yang berkelok-kelok. Kalau tak terbiasa, mungkin akan merasa sport jantung berkali-kali. Andai perjalanan dilakukan pada pagi atau siang hari, pasti pemandangan sekitar akan tampak memukau. Sayang saya melewati jalan itu ketika hari sudah gelap. Ketika melewati Air Terjun Lembah Anai yang berada di tepi jalan pun saya sudah tidak bisa melihat ke-elokannya, kecuali suara deru air yang seolah ditumpahkan begitu saja dari atas bukit sana. Suaranya terdengar dekat sekali.
Segala sesuatu yang pertama kali pasti akan membuat kita excited. Seperti juga kali ini, perjalanan pertama saya menjejak Bumi Minangkabau. Sumpah! Saya excited banget dengan perjalanan ini. Bagi saya, perjalanan kali ini mempunyai banyak keistimewaan.
Beberapa waktu lalu, saya pernah menyimak obrolan dua teman alumni MP di timeline Facebook. Obrolan itu membahas tentang menikmati kopi dengan menggunakan alat yang namanya french press. Para penggemar kopi mungkin sudah pada tau dengan alat penyeduh kopi yang satu ini. Sebuah alat berbentuk teko yang dilengkapi dengan plunger yang menyatu dengan tutup tekonya. Dengan menggunakan french press kita bisa menikmati kopi tanpa ampas. Prinsip kerjanya adalah dengan melakukan penekanan pada tutup si french press untuk menyaring ampasnya.
Merindukan suara bedug maghrib!
Itulah yang saya rasakan selama menjalankan puasa Ramadhan di Singapura. Padahal, bagi orang yang berpuasa, suara bedug maghrib merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu. Di Singapura, kumandang adzan memang tidak diperbolehkan terdengar sampai keluar masjid. Dari 69 masjid yang ada di Singapura, hanya dari Masjid Sultan yang berlokasi di Muscat Street lah kita bisa mendengar suara adzan yang berkumandang lewat speaker. Jadi bila berpuasa di Singapura, saya selalu membawa jadwal sholat yang saya download dari www.muis.gov.sg. Mendengarkan radio juga merupakan salah satu pilihan lain untuk mengetahui waktu sholat.
Itulah yang saya rasakan selama menjalankan puasa Ramadhan di Singapura. Padahal, bagi orang yang berpuasa, suara bedug maghrib merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu. Di Singapura, kumandang adzan memang tidak diperbolehkan terdengar sampai keluar masjid. Dari 69 masjid yang ada di Singapura, hanya dari Masjid Sultan yang berlokasi di Muscat Street lah kita bisa mendengar suara adzan yang berkumandang lewat speaker. Jadi bila berpuasa di Singapura, saya selalu membawa jadwal sholat yang saya download dari www.muis.gov.sg. Mendengarkan radio juga merupakan salah satu pilihan lain untuk mengetahui waktu sholat.